Kajiman – Buah Pikir Masyarakat Jawa

Dengan adanya berbagai lapisan masyarakat Jawa, maka timbul hasil pikiran yang banyak. Namun hari beberapa hasil pikiran yang ada, semuanya dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu kajiman, kanoman, dan kasepuhan.

Yang disebut sebagai kelompok adalah jalan pikiran yang ada di masyarakat Jawa. Dan ketiga aliran kepercayaan ini memang ciri khas dan perbedaannya sedikit saja, tetapi perbedaan-perbedaan itu jelas sekaIi nampak.

Aliran Ilmu Kejawen

Dari ajaran-ajaran dan pemahaman yang berlaku dalam masyarakat Jawa, maka dari sekian banyak aliran kepercayaan dapat dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu:

Kajiman

ilmu yang mempelajari keberadaan jin dan makhluk halus sebagai patrner (teman) kerja yang dapat dimanfaatkan untuk membantu berbagai bentuk keperluan manusia. Manusia bisa dikatakan memperbudak makhluk halus bangsa jin dan setan.

Kanoman

ilrnu atau pemahaman yang mempelajari keberadaan makhluk halus bangsa jin yang bisa dimanfaatkan, kekuatan alam dari suatu benda, segala kekuatan yang memiliki sifat gaib.

Kasepuhan

ilmu atau pemahaman tentang keberadaan manusia secara utuh dan sempurna. Dalam pemahaman ini maka pelaku ditujukan untuk memiliki hidup yang lebih sempurna jika dibandingkan dengan kehidupan sebelumnya.

Dalam pemahaman ilmu kasepuhan, maka pelaku dituntut untuk lebih sumeleh (pasrah) kepada Maha Pencipta.

Lantas, Kajiman Sesungguhnya Itu Apa?

Kajirnan adalah berasal dari kata ka-jim-an. Dalam tata bahasa Jawa, maka ·ka-(kata bend a)-an berarti sebuah kata sifat yang menunjukkan hubungan erat atara dua belah pihak. Kajiman sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari keberadaan makhluk halus bangsa jin sebagai mitra kerja manusia dalam menjalani kehidupan di dunia.

Penerapan ilmu kajiman dalam masyarakat Jawa memang tak lepas dari keberadaan makhluk halus sebagai media dalam segala hal. Selain memahami keberadaan makhluk halus sebagai media dalam segala hal yang bersifat gaib, kepercayaan ini juga memahami keberadaan benda bertuah.

Posisi benda bertuah dalam aliran kepercayaan kajiman menjadi sebuah benda yang memang dianggap memiliki manfaat, tuah, makna, dan peranan penting.

Kajiman

lmu kajiman oleh sebagian besar penganut aliran kasepuhan dianggap sebagai ilmu “kanibal”, karena mempelajari dan memanfaatkan bangsa jin, tenaga dalam, benda bertuah, dan masih mempercayai adanya Tuhan.

Banyak masyarakat Jawa yang menggunakan makhluk halus sebagai media dan mempercayakan keberadaan manfaat benda-benda bertuah, tetapi tidak mengakui bahwa mereka berada dalam kepercayaan kajiman.

Baca Juga: Batu Bertuah Sebagai Sarana Keberhasilan Hajat

Hubungan Antara Manusia Dengan Mahluk Lainnya

Kajiman tidak bisa lepas dari hubungannya dengan makhluk halus. Bentuk dari makhluk halus  yang dimaksud adalah berbagai jenis, termasuk jin dan setan atau iblis.Bentuk dari hubungan yang dijalin oleh manusia dengan makhluk halus ini adalah bentuk sebuah kerja sarna. Makhluk halus dianggap sebagai pembantu manusia dan dianggap sebagai mitra kerja.

Jika membutuhkan suatu bantuan yang berbentuk kerjasama, maka sang ritualis memulai permohonan dengan menyajikan beberapa piranti (uba rampe) sebagai syarat utama dan mutlak diperlukan.

rscn1584
Sesaji adalah salah satu “ubo rampe” ilmu kajiman

Uba rampe (sesaji) ini memiliki fungsi sebagai makanan makhluk halus. Bentuk kerjasama ini tentunya merupakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan pada kedua belah pihak. Pihak manusia mendapat pertolongan dan pihak makhluk halus mendapatkan makanan berupa sesaji yang dipersembahkan.

Kajiman sebagai ilmu pengetahuan, merupakan sebuah wadah yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia gaib. Dalam pengertiannya, manusia akan menjadi salah satu anggota dari makhluk halus itu sendiri dan menjadi salah satu bagian dari makhluk halus.

Makhluk halus menjadi penjaga manusia Anggapan yang ada di dalam pikiran ritualis adalah dengan memiliki penjaga yang akan menjaganya, maka ia akan merasa lebih tenang”. Penjaga yang dimaksudkan menjaga dari segala kemungkinan adanya gangguan yang akan datang kepada manusia.

Pentingnya Khodam Penjaga dalam Aliran Kajiman

Untuk mengatasi hal-hal yang gaib, maka manusia  harus melakukannya dengan hal yang gaib pula. Untuk itulah manusia harus memiliki penjaga yang akan menjaganya dalam setiap tempat dan waktu.

Cara mengatasi suatu masalah yang dilakukan oleh makhluk halus dalam melayani majikannya, punya cara sendiri-sendiri. Cara satu makhluk haIus dengan makhluk halus lainnya memiliki perbedaan dan kesamaan.

mustika-ular

Makhluk halus yang berperan sebagai penjaga merupakan pemahaman pikiran yang menjadi dasar sebuah aliran kajiman. Disebut sebagai kajiman karena memiliki bentuk kerjasama dengan makhluk halus dalam bentuk bantuan. Dari pemahaman pikiran ini, kemudian ritualis ada yang menuntut adanya kekuatan gaib di dalam dirinya.

Orang yang menjalani ritual dan kepercayaan ilmu kajiman akan memasang kekuatan-kekuatan tersebut di dalam dirinya dan akan menjadikan diri ritualis sebagai tempat atau hunian dari makhluk halus yang dipercaya akan menjaganya.

Cara ini biasanya dilakukan dengan menggunakan beberapa piranti sesaji yang dianggap perlu untuk mencapai keinginan. Benda bertuah sebagai susuk Ritualis yang mendalami ilmu kajiman tidak hanya 1 dalam lingkup ekonomi sedang saja, tetapi di kalangan elit pun masih ada yang menjalani ritual untuk mendapatkan ilmu tertentu yang ditujukan bagi keselamatan.

Baca Juga: Hukum Menggunakan Mantra Jawa dan Sesaji

Susuk Adalah Sarana Yang lahir dari Aliran Kajiman

Susuk adalah jenis benda bertuah yang dimasukkan ke dalam diri manusia sebagai penjaga dan benteng dari orang yang dipasanginya. Susuk bisa berupa berbagai benda yang memang dianggap dan dipercaya memiliki kekuatan jika dipasang pada diri manusia.

Cara yang dilakukan ini biasanya dapat dilihat dengan jelas pada saat pemasangan. Benda dipasang di bagian tertentu pada tubuh manusia hanya dengan menekanya ke kulit, maka benda tersebut seperti menghilang, dan memasuki bagian badan tersebut.

Fenomena sebenarnya yang terjadi adalah benda tersebut tidak masuk ke dalam badan manusia, tetapi hanya kekuatan gaibnya saja. Bisa dibayangkan jika benda tersebut berada dalam badan manusia, akan mengganggu beberapa fungsi tubuh.

Fenomena yang terjadi adalah: Benda tersebut merupakan benda bertuah. Di dalamnya terdapat makhluk halus yang menjadi penjaga benda bertuah yang disebut sebagai isi dari benda tersebut. lsi dari benda bertuah ini masuk ke dalam bagian yang telah ditentukan oleh pemasang susuk. Kemudian benda sebagai susuk berada di bawah kekuasaan makhluk halus tersebut.

Untuk rnelepaskan susuk ini dibutuhkan sebuah kernarnpuan yang berada di atas kernarnpuan rnakhluk halus yang rnenjadi isi dari benda tersebut. Susuk yang paling sering dipasang antara lain berbentuk benda sebagai berikut:

  1. Samber iler (digunakan sebagai susuk untuk pernikat lawan jenis)
  2. Intan (digunakan untuk rnernberikan kekuatan kekebalan)
  3. Logam tertentu (digunakan untuk kekebalan)
  4. Emas (pengasihan)
  5. Dan masih banyak lainnya

Keberadaan ilmu Kajiman Kajiman adalah jenis pengetahuan yang sering diartikan sebagai jalan pikiran rnanusia untuk rnenguasai sebuah ilrnu yang berhubungan dengan rnakhluk halus. Dalarn dunia spiritual orang Jawa, maka keberadaan jalan kajirnan ini disebut sebagai sebuah cara untuk rnendekatkan diri dengan hal-hal yang bersifat halus.

batu-sulaiman

Ilrnu kajiman bisa dikatakan ada sebelurn bangsa Indonesia rnengenal adanya agarna, tetapi telah rnengenal adanya kepercayaan-kepercayaan (polytheisrne). Dalarn kepercayaan ini, adanya kekuatan gaib yang rnenguasai suatu daerah dianggap sebagai Tuhan, sedangkan jurnlah dari Tuhan itu sendiri adalah banyak. Namun Ini adalah Salah besar menurut saya, itu menurut saya.

Baca Juga: Kejawen Bukan Sebuah Agama

Kepercayaan yang ada dalarn pikiran rnanusia  pada jaman dahulu rnernang tidak diragukan lagi terhadap makhluk halus dan benda-benda yang dianggap bertuah. Seperti di Jawa, maka kepercayaan terhadap makhluk halus dan beberapa benda bertuah hingga saat ini masih dianggap sebagai kepercayaan atau aliran kepercayaan kejawen. Pada dasarnya pendapat tersebut masih kurang lengkap dan masih menggunakan pandangan sempit.

Kajirnan merupakan salah satu budaya yang memang menjadi bagian dari Kejawen, tetapi lingkupnya tidak hanya berada di lingkungan suku Jawa saja. Banyak suku lainnya yang menggunakan sistem belajar untuk menguasai kekuatan gaib dengan jalan yang sama.

Pada jaman sekarang, kepercayaan ini disebut sebagai kepercayaan terhadap jin, setan, atau makhluk halus yang menghuni atau menguasai suatu tempat. Namun ada kalanya makhluk halus tersebut berada dalam suatu benda atau di dalam benda bertuah.

Ciri-Ciri Ilmu Kajiman

Lingkup ilmu kajiman Kajiman adalah jenis aliran yang memahami keberadaan  jin atau makhluk halus sebagai titik akhir dalam pencarian kemampuan. Dalam hal ini untuk mencari kemampuan dalam aliran kajiman, akan selalu bergelut dan berhubungan dengan makhluk halus.

edit-1
Ritual Untuk Mendengarkan Suara Mahluk dan Alam Semesta

Dalam penerapan kajiman yang sebenarnya, lingkup yang ada dalam ilmu kajiman memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Ada pendapat bahwa keberadaan makhluk halus yang akan memberikan kemapuan. Karena ilmu kajiman melibatkan diri manusia dengan makhluk halus, maka saat pengucapan mantera, doa, atau sejenisnya  Penguasaan ilmu kajiman akan mudah dipelajari dan memakan waktu yang singht dalam penguasaannya. Hal ini dikarenakan bagi makhluk halus yang dipuja akan memberikan kemampuan atau kekuatan secara cepat, apalagi jika didukung dengan sesaji yang lengkap dan berkelas.

Baca Juga: Macam-Macam Ilmu Supranatural Islam Kejawen

Kemampuannya terbatas dan memiliki jangkauan yang terbatas pula. Kemampuan yang dimiliki o leh orang yang menguasai ilmu kajiman memiliki batas, yaitu dapat dikalahkan oleh orang yang memiliki  kemampuanmengalahkan jin, contohnya menggunakan ajian Kulhu Geni.

Itulah informasi seputar ilmu Kajiman, semoga Anda bisa mengambil hikmah ilmu ini dengan bijak. Dan pesan saya, jangan menilai segala sesuatu hanya dengan satu sudut pandang saja. melainkan pandanglah dengan banyak sudut pandang.

Dengan begitu Anda bisa menemukan Arti yang hakiki. Semoga bermanfaat dan jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya.

CATATAN: Semua artikel yang saya sampaikan diatas semata-mata hanya sebagai ilmu pengetahun saja. Dan, saya tidak menyarankan Anda untuk mengikuti atau mempraktekan semua apa yang saya sampaikan. Namun, jika Anda tidak keberatan silahkan saja.

Dan ketika Anda mendapatkan kesalahan pembelajaran atau salah langkah, saya tidak berkenan membantu Anda. Semoga Apa yang saya sampaikan pada catatan ini bisa Anda fahami.

Mengenal Aliran Ilmu Kejawen Yang Ada Di Indonesia

Aliran Ilmu Kejawen – Pada Pembahasan sebelumnya kita telah membahas secara panjang lebar mengenai seluk beluk mistik kejawen hingga para tokoh mistik kejawen beserta ajaran-ajarannya.
Namun, tak lengkap rasanya jika kita tidak mengenal aliranaliran kejawen yang ada di nusantara. Untuk itulah, pada bab ini, secara khusus kita akan membahas mengenai hal tersebut.

Aliran Ilmu Kejawen

Dari sekian banyak aliran kejawen yang masih dan pernah eksis di Tanah lawa, ada lima aliran kejawen yang paling besar dan terkenal, yakni Sapto Darmo, Hardapusara, Susila Budi Darma (Subud), Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), dan Paguyuban Sumarah. Siapakah mereka dan seperti apa ajaran-ajaran mereka?

Aliran – Aliran Ilmu Kejawen yang ada di Indonesia

Aliran Kejawen Sapto Darmo

Sapto Darmo atau Sapta Darma merupakan salah satu Aliran Ilmu Kejawen yang cukup besar. Sapto Darmo adalah yang termuda dari kelima gerakan kebatinan terbesar di Jawa yang didirikan pada tahun 1955 oleh seorang guru agama bernama Hardjosaputro, yang kemudian mengganti namanya menjadi Panuntun Sri Gutomo.

Berbeda dengan keempat organisasi lain yang akan kita bahas pada bab ini, Sapto Darmo beranggotakan orang-orang dari daerah pedesaan dan para pekerja kasar yang tinggal di kota-kota.

Kendati demikian, para pemimpinnya hampir semua priyayi. Buku yang berisi ajarannya adalah kitab Pewarah Sapto Darmo. Nama Sapto Darmo diambil dari bahasa Jawa, sapto yang berarti tujuh dan darmo yang berarti kewajiban suci. Jadi, Sapto Darmo artinya tujuh kewajiban suci.

Selengkapnya tentang ajaran sapto darmo silahkan klik Halaman Aliran Kejawen Sapto Darmo.

Aliran Kejawen Hardapusara

Hardapusara adalah Aliran Ilmu Kejawen yang tertua di antara kelima aliran kejawen terbesar di Tanah Jawa. Aliran ini didrikan pada tahun 1895 oleh Kyai Kusumawicitra, seorang petani di Desa Kemanukan, dekat Purworejo.

Konon, ia mendapatkan ilmu dengan menerima wangsit dan ajaran- ajarannya semula disebut kawruh kasunyatan gaib. Mulamula, para pengikutnya adalah para priyayi dari Purworejo dan beberapa kota lain di daerah Bagelan.

Aliran ini dahulu pernah berkembang dan mempunyai cabang-cabangnya di berbagai kota di Jawa Tengah, Jawa timur, dan Jakarta. Jumlah anggotanya konon sudah mencapai beberapa ribu orang. Ajaran-ajarannya termaktub dalam dua buah buku yang oleh para pengikutnya sudah hampir dianggap keramat, yaitu Buku Kawula Gusti dan Wigati.

Aliran Kejawen Susila Budhi Dharma (Subud)

Salah satu Aliran Ilmu Kejawen terbesar lainnya yang ada di Tanah Jawa adalah Susila Budhi Dharma atau yang disingkat dengan SUBUD. Aliran ini didirikan pada tahun 1925 di Semarang dan pusatnya berada di Jakarta. Aliran Susila Budhi Dharma ini tidak mau disebut budaya kebatinan. Mereka menamakan diri “pusat latihan kejiwaan”.

Aliran kebatinan yang beranggotakan ribuan orang ini tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia dan mempunyai cabang di luar negeri. Para pengikutnya berasal dari berbagai negara, ada orang Asia, Eropa, Australia, dan Amerika.

Doktrin ajaran aliran ini dimuat dalam buku berjudul Susila Budhi Dharma. Selain itu, aliran ini juga menerbitkan majalah berkala bernama Pewarta Kejiwaan Subud. Salah satu aliran kepercayaan asli Indonesia bernapaskan Islam kejawen ini sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Jauh sebelum era globalisasi dan pasar bebas, Susila Budhi Dharma telah tersebar di delapan puluh negara dengan anggota dua puluh ribu orang. Susila Budhi Dharma didirikan oleh almarhum R.M. Muhammad Subuh Sumohadiwijoyo.

Aliran kejawen ini mulai menyebar ke luar negeri sejak tahun 1954, dibawa oleh seorang berkebangsaan Inggris yang beragama Islam, Husein Rofe. Sementara, Muhammad Subuh Sumohadiwijoyo memulai lawatan ke luar negerinya pada tahun 1957, dan semasa hidupnya ia telah berpuluh-puluh kali berkunjung ke berbagai negara di dunia.

Aliran Kejawen Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu)

Pagguyuban Ngesti Tunggal atau lebih terkenal dengan nama Pangestu adalah sebuah budaya kebatinan lain yang cukup luas jangkauannya. Paguyuban ini didirikan oleh Soenarto, yang konon sekitar tahun 1932-1933 menerima wangsit yang oleh kedua orang pengikutnya dicatat kemudian diterbitkan menjadi buku Sasangka Djati.

Pangestu didirikan di Surakarta pada bulan Mei 1949. Anggotanya kini berjumlah 50.000 orang yang tersebar di berbagai kota di Jawa, terutama berasal dari kalangan priyayi. Namun demikian, anggota yang berasal dari daerah pedesaan juga banyak, khususnya yang tinggal di pemukiman transmigrasi di Sumatera dan Kalimantan.

Majalah yang dikeluarkan paguyuban ini adalah Dwijawara, yang merupakan tali pengikat bagi para anggotanya yang tersebar di seluruh nusantara. Asal-usul mengenai ajaran Paguyuban Ngesti Tunggal tidak terlepas dari riwayat hidup pendirinya, R. Soenarto Mertowardojo. Mertowardojo dilahirkan pada tanggal 21 April 1899 di desa Simo, Kabupaten Boyolali, Surakarta, sebagai putra keenam dari keluarga R. Soemowardojo.

Sejak kecil, ia tidak diasuh oleh orang tua kandungnya, tetapi dititipkan untuk tinggal dan dibesarkan oleh orang lain (dalam bahasa Jawa disebut ngenger). Di dalam buku Sabda-Sabda Pratama yang diterbitkan oleh Proyek Penerbitan dan Perpustakaan Pangestu, dikatakan bahwa pada tanggal14 Februari 1932 , R. Soenarto menerima wahyu pertama ketika melakukan shalat daim. Shalat daim adalah doa terus-menerus untuk mencapai tingkat pengetahuan yang sempurna.

Aliran Kejawen Paguyuban Sumarah

Paguyuban Sumarah lahir di kota yang menjadi markas pemerintahan Republik Indonesia selama masa revolusi. Layaknya “bangsa” yang baru memproklamasikan diri, Sumarah tampil secara terbuka pada tahun 1945 meski baru menjadi sebuah organisasi resmi pada tahun 1950.

Gerakan ini dibayangkan dalam relung kesadaran kaum muda masa revolusi pada penghujung tahun 1940-an. Jika dilihat dari asalnya, akar Sumarah menghunjam pada pengalaman para mistikawan Jawa dari generasi yang termatangkan pada akhir Perang Dunia I, yaitu mereka yang telah mengenyam pendidikan Belanda.

Paguyuban Sumarah terorganisasi lewat gelombang perjuangan pemuda yang sama yang mengejawantahkan (menyebarkan kebudayaan jawa) bangsa ini. Paguyuban Sumarah merupakan organisasi besar yang dimulai sebagai suatu gerakan kecil, dengan pemimpinnya bernama R.Ng. Sukirno Hartono dari Yogyakarta.

la mengaku menerima wahyu pada tahun 1935. Pada kahir tahun 1940- an, gerakan itu mulai mengalami kemunduran, namun berkembang kembali pada tahun 1950 di Yogyakarta. Jumlah anggotanya kini sudah mencapai 115.000 orang, baik yang berasal dari golongan priyayi maupun dari kelas-kelas masyarakat lain.

Demikian ulasan saya tentang berbagai macam Aliran Ilmu Kejawen yang ada di Indonesia, sebenarnya masih banyak lainya, namun yang paling berpengaruh dan terkenal ada 5 diatas. Semoga dengan penjelasan saya dapat memberikan Anda ilmu yang bermanfaat. Wassalamualaikum

CATATAN = Saya (Ki Bagus Wijaya) Tidak mengajarkan Ajaran Kejawen dan Tulisan saya ini hanya sebatas Pengetahuan saja. Jika Anda Meyakini tentang Ajaran Kejawen ini, itu adalah Hak Anda. Sekali lagi, saya tidak menyediakan Fasilitas atau Wadah Apapun yang berkenaan dengan ajaran ini. Saya memandang Semua Ajaran Kejawen hanya sebatas Kebudayaan dan Tradisi Saja. 

Memahami Islam Kejawen – Akulturasi Budaya Islam dan Jawa

Islam Kejawen – Pada dasarnya, Islam tidak mengenal istilah atau ajaran kejawen. Secara bahasa maupun istilah, di dalam alOur’an dan Hadits tidak ditemukan penjelasan tentang kejawen. Banyak versi yang mengatakan kejawen muncul seiring dengan datangnya para wali (Wali Songo) ke Tanah
Jawa dalam rangka menyebarkan ajaran Islam.

Ketika itu, para wali melakukan penyebaran agama dengan cara yang halus, yaitu memasukkan unsur budaya dan tradisi Jawa agar mudah diterima serta dipahami masyarakat kala itu. Inilah, menurut sebagian kalangan, yang menjadi cikal bakal munculnya Islam kejawen.

Islam Kejawen adalah akulturasi kebudayaan Jawa dengan Agama Islam, sehingga pelaksanaan Ritual Jawa menggunakan Cara yang Islami.

Jawa dan kejawen seolah tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kejawen bisa jadi merupakan suatu sampul atau kulit luar dari beberapa ajaran yang berkembang di Tanah Jawa semasa zaman Hinduisme dan Buddhisme. Dalam perkembangannya, penyebaran Islam di Jawa juga dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu, bahkan terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai jalur perantara yang baik bagi penyebarannya.

Islam Kejawen Lahir Dari Para Wali

Oleh Wali Songo, unsur-unsur dalam Islam berusaha ditanamkan dalam budaya-budaya Jawa, mulai dari pertunjukan wayang kulit, dendangan lagu-lagu Jawa, ular-ular (petuah berupa filsafat), cerita-cerita kuno, hingga upacara-upacara tradisi yang dikembangkan khususnya di Kerajaan Mataram (Yogyakarta / Surakarta).

Semua itu merupakan budaya kejawen yang diadaptasi ke dalam Islam. Dalam pertunjukan wayang kulit, yang paling dikenal adalah cerita tentang Serat Kalimasada (Iembaran yang berisi mantra / sesuatu yang sakral) yang cukup ampuh dalam melawan segala keangkaramurkaan di muka bumi.

Dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa si pembawa serat itu akan menjadi sakti mandraguna. Tetapi, sampai menjelang akhir cerita, tidak ada tokoh yang tahu isi serat tersebut. Namun demikian, di akhir cerita, rahasia dari serat itu pun dibeberkan oleh sang dalang.

lsi Serat Kalimasada berbunyi, “Aku bersaksi tiada Tuhan Selain Allah dan Aku bersaksi Muhammad adalah utusan-Nya,” yang tak lain adalah isi dari kalimat syahadat. Salah satu contoh cerita wayang yang menarik adalah cerita Sunan Kalijaga dan Raja Puntadewa dari Amarta.

Suatu ketika, Sunan Kalijaga berjumpa dengan seseorang yang telah sangat uzur yang mengaku dirinya bernama Puntadewa. Orang tua itu telah jemu hidup dan mengaku sudah berusia berabad-abad serta tak bisa mati karena tidak seorang pun mau membacakan kalimat Serat Kalimasada yang dimilikinya. la lalu menanyakan kepada Sunan Kalijaga yang bijaksana, perihal jalan menuju kematian.

Sunan Kalijaga kemudian meneliti surat itu dan didapati bahwa isinya tak lain adalah kalimat syahadat, pengakuan iman orang Islam. Sunan Kalijaga pun membacakannya untuk Puntadewa, dan Puntadewa akhirnya bisa meninggal dengan damai, terbebas dari ikatan ketidaktahuan.

Nah, dengan reka yang halus tersebut, yaitu kesamaan antara bunyi kata “Kalimasada” dan kata Arab “kalimah syahadat”, orang Jawa membuat ikatan kesinambungan antara dua masa sejarah yang tampaknya berbeda, namun bagi mereka pada hakikatnya sama.

Dalam melakukan pertunjukan wayang pun, para wali selalu mengadakannya di halaman masjid, yang di sekelilingnya diberi parit melingkar berair jernih. Adapun guna parit ini tak lain adalah untuk melatih para penonton wayang untuk wisuh atau mencuci kaki mereka sebelummasuk masjid-simbolisasi dari wudhu yang disampaikan secara baik.

Baca Juga: Apa Itu Pusaka Dalam Budaya Kejawen

Lir-Ilir Salah Satu Tembang Islam Kejawen

Pada perkembangan selanjutnya, para wali juga menyebarkan lagu-Iagu bernuansa simbolisasi yang kuat. Salah satu lagu yang terkenal adalah karangan Sunan Kalijaga, yaitu lagu “Lir-Ilir”.

Memang, tidak semua syair menyimbolkan suatu ajaran Islam, mengingat diperlukannya suatu keindahan dalam mengarang sebuah lagu. Sebagian arti yang kini banyak digali dari lagu ini adalah sebagai berikut:

  1. Tak ijo royo-royo tak senggoh penganten anyar. Ini adalah sebuah deskripsi mengenai para pemuda.
  2. Cah angon, cah angon, penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekna kanggo seba mengko sore. Cah angon adalah simbolisasi dari manusia sebagai khalifah fil-ardh atau pemelihara alam bumi ini (angon bumi). Penekno blimbing kuwi mengibaratkan buah belimbing yang memiliki lima segi membentuk bintang. Kelima segi itu adalah pengerjaan rukun Islam (yang lima) dan shalat lima waktu. Lunyu-Iunyu penekno berarti tidak mudah untuk bisa mengerjakan keduanya (rukun Islam dan shalat lima waktu) dan jalan menuju ke surga memang tidak mudah. Adapun kanggo sebo mengko sore artinya untuk bekal di hari esok (kehidupan setelah mati).
  3. Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane. Artinya, selagi masih banyak waktu selagi muda, dan ketika tenaga masih kuat, maka lakukanlah (untuk beribadah).

Sebenarnya, masih banyak penafsiran dari lagu “lIir-lIir”, namun secara umum sama, yaitu membumikan agama, mengajak beribadah dengan tidak lupa untuk tetap menyenangkan para pengikutnya yang baru. Dalam lagu-Iagu Jawa, ada gendhing bernama Mijil, Sinom, Maskumambang, Kinanthi, Asmaradhana, Megatruh, dan Pocung. Semuanya menceritakan perjalanan hidup seorang manusia.

  • Gending Mijil yang berarti keluar atau lahirnya seorang jabang bayi dari rahim ibu,
  • Sinom yang diartikan sebagai seorang anak muda yang bersemangat untuk belajar.
  • Maskumambang yang berarti seorang pria dewasa yang telah cukup umur untuk menikah atau Kinanthi yang berarti seorang wanita dewasa yang telah cukup umur untuk menikah. Proses berikutnya yaitu pernikahan atau katresnan antar keduanya (pria dan wanita dewasa) yang disimbolkan dengan Asmaradhana.
  • Hingga akhirnya, Megatruh (megat artinya bercerai atau terpisah, sedangkan ruh artinya roh atau jiwa seseorang). Megatruh ini merupakan proses sakaratul maut seorang manusia. Bagi umat beragama Islam, tentu dalam prosesi penguburannya, jenazah harus dikafani dengan kain putih, dan mungkin inilah yang disimbolkan dengan pocung (atau pocong).

Semua jenis gendhing ditata apik dengan syair-syair yang beragam, sehingga mudah dan selalu pas untuk didendangkan pada dasarnya. Selain itu, banyaknya filsafat Jawa yang berusaha diterjemahkan oleh para wali menunjukkan bahwa Wali Songo. Dalam mengajarkan agama, selalu dilandasi oleh budaya yang kental.

Hal ini sangat dimungkinkan, karena masyarakat Jawa yang menganut budaya tinggi akan sulit untuk meninggalkan budaya lamanya ke ajaran baru, walaupun ajaran tersebut sebenarnya mengajarkan sesuatu yang lebih baik.

Baca Juga: Sangkan Paraning Dumadi – Ilmu sangkan paraning dumadi

Beberapa Pendapat Tentang Islam Kejawen

Membahas keterkaitan antara kejawen dengan ajaran Islam, banyak tokoh yang berpendapat. Menurut Pakar Budaya, kejawen sangat berbeda dengan ajaran Islam. Istilah Islam kejawen muncul setelah para wali (Wali Songo) menyebarkan ajaran Islam. Mereka memasukkan unsur tradisi dan budaya untuk memudahkan penyebaran agama Islam.

Dalam pandangannya, kejawen dan Islam adalah wujud sinkretisasi yang pada akhirnya menjadi tradisi yang dijalankan oleh orang-orang Jawa hingga saat ini.

Beda dengan Pakar tadi, seorang ustadz yang memiliki perhatian khusus terhadap penyimpangan akidah, mengemukakan bahwa kejawen tidak jelas asalnya. Banyak yang mengatakan kejawen muncul pertama kali setelah datangnya Sunan Kalijaga ke Tanah Jawa.

Kala itu, Sunan menyebarkan agama lewat pementasa wayang dan seni tradisi masyarakat Jawa. Dari situ terdapat penyatuan tradisi budaya Jawa dan Islam, sehingga muncul istilah kejawen. Namun, penjelasan tersebut juga tidak banyak disediakan dalam literatur sejarah.

Lagi pula, ritual yang dilakukan masyarakat kejawen dalam aplikasi kehidupannya harus dilihat lebih dalam, karena dikhawatirkan menyimpang dari ajaran agama Islam.

Hukum Tentang Islam Kejawen

Dalam kaidah Islam, jika budaya itu berlangsung dan melanggar sisi tauhid, maka itu menjadi haram. Namun, jika budaya itu digunakan hanya sebatas praktik-praktik muamalah, maka itu dibolehkan.

Dengan demikian kita tidak perlu saling menyalahkan dan hanya melihat dari sebelah sisi saja. Kita Wajib Menjaga Keimanan kita serta menjaga warisan budaya agar tetap lestari. Demikian Ulasan Saya, semoga memberikan ilmu yang bermanfaat. Wassalamualaikum Wr Wb.