Sedulur Papat Limo Pancer – Ingatlah, keberadaan kita hidup di dunia tidak sendiri. Semenjak kita dilahirkan melalui rahim ibu, Tuhan sudah menitahkan adanya penjaga-penjaga yang senantiasa mendampingi kita dalam alam dunia. Dan sesuai perintah Tuhan, para penjaga tersebut dengan setia berada di sisi kita.
Istilah sedulur papat limo pancer sampai sekarang diketahui bersumber dari suluk Kidung Kawedar atau disebut pula Kidung Sarira Ayu, bait ke 41-42. Suluk ini diyakini masyarakat sebagai karya Sunan Kalijaga (sekitar abad 15-16), yang berupa tembang-tembang tamsil. Setidaknya, ada empat hal yang agak menyulitkan dalam penafsiran dan pemahaman tembang tersebut, yaitu:
- Karena berupa tembang tamsil, uraiannya pendek-pendek dan penuh dengan tamsil ataupun perumpamaan, tanpa ada penjelasan sebagaimana tulisan prosa.
- Suluk-suluk periode itu termasuk Kidung Kawedar, menggunakan gaya bahasa peralihan dari Jawa Kuno ke Jawa Madya (pertengahan) yang berbeda dengan gaya bahasa Jawa sekarang, apalagi bahasa Indonesia.
- Suluk yang dimaksudkan sebagai dakwah ini menyusup secara halus ke dalam adat budaya dan agama masyarakat yang masih menganut agama Syiwa (Hindu)-Buddha, dengan harapan Islam dapat masuk dan berkembang tanpa harus menimbulkan gejolak besar di masyarakat. Akibatnya, istilah serta nilai-nilai keislaman bercampur dengan istilah dan nilai-nilai Syiwa-Buddha-kejawen.
- Suluk yang berupa kidung yang diciptakan para wali pada masa Kesultanan Demak merupakan bagian dari ilmu tasawuf, sehingga untuk memahami hakikatnya, tidak bisa hanya berdasarkan kata serta kalimat yang tersurat semata, apalagi sepotong-sepotong, melainkan
harus menyelami makna yang tersirat dari keseluruhan isi kidung sebagai suatu kesatuan.
Lantaran berupa tembang tamsil, maka kemudian banyak orang yang mencoba menafsirkannya, tentu saja, dengan versinya masing-masing, tergantung dari latar belakang pengetahuan dan kehidupan. Sebelum membahas lebih jauh tentang sedulur papat limo pancer, kita simak terlebih dahulu dua bait kidung yang mengulas masalah sedulur papat lima pancer berikut:
Ana kidung ing kadang memati, among tuwuh ing kawasanira,
nganak aken sagetane, kakang kawah punika,
kang rumeksa Sarira mami, anekakaken sedya, ing kawasanipun,
adhi ari-ari ika, a mayungi ing laku kawasaneki, anek aken paa ngarah.
Ponang getih ing rina wengi, ngrewangi Allah kang kuwasa, andadek aken karsane,
puser kawasanipun, nguyu-uyu sabawa mami, a nuruti ing panedha,
kawasane reki, jangkep kadang ingsun papat, kalimane
pancer wus dadi sawiji, tunggal sawujud ing wang.
Siapakah Sedulur Papat Limo Pancer Itu?
Dari Kidung tersebut terdapat beberapa penafsiran berbeda, berikut ini beberapa penafsiran sedulur papat limo pancer:
Penafsiran Kejawen
- Kakang kawah
Yang dimaksud dengan kakang kawah adalah air ketuban yang membantu kita lahir ke alam dunia ini. Seperti yang kita ketahui, sebelum bayi lahir air ketubanlah yang keluar terlebih dahulu untuk membuka jalan lahirnya si jabang bayi ke dunia ini. Karena Keluar terlebih dahulu masyarakat kejawen menyebutnya dengan Kakang kawah atau Kakak kawah atau saudara lebih tua.
- Adi Ari-ari atau ari-ari
Setelah jabang lahir ari-ari inilah yang kemudian keluar, sehingga masyarakat kejawen menyebutnya dengan adi ari-ari atau adik ari-ari.
- Getih Atau darah
Kemudian getih atau darah adalah zat utama yang terdapat pada bayi dan sang ibu. Darah jugalah menjadi pelindung pada saat bayi masih ada dalam kandungan.
- Puser atau Pusar
Pusar merupakan penghubung antara ibu dan anak, dengan adanya tali puser sang ibu mampu memberikan nutrisi kepada sang bayi. Puser juga merupakan saluran bernafas sang bayi. Dengan adanya puser inilah seorang ibu memiliki hubungan batin yang erat dengan bayi.
- Pancer
Pancer adalah kita sendiri sebagai pusat kehidupan ketika dilahirkan.
Semuanya adalah kehendak dari Allah SWT, ketika sang jabang bayi lahir kedunia melalui rahim ibu maka semua unsur-unsur itu keluar dari rahim ibu. Dengan Izin Allah unsur inilah yang menjaga manusia yang ada di bumi saat dilahirkan. Nah, dalam tradisi Kejawen didalam doa sering disebutkan untuk mendoakan pejaga yang tidak nampak ini (kakang kawah, adi ari-ari, getih dan puser).
Penafsiran Pewayangan
Penafsiran ini berupa cipta, rasa, karsa, karya, dan jati diri manusia. Keempat hal tersebut disimbolkan dengan tokoh-tokoh dalam cerita wayang.
- Cipta disimbolkan sebagai tokoh Semar,
- Rasa sebagai tokoh Gareng,
- Karsa sebagai tokoh Petruk,
- Karya sebagai tokoh Bagong, dan
- Jati diri manusia sebagai tokoh kesatria, antara lain Arjuna.
Penafsiran Hikmah
Sedulur papat limo pancer Berupa empat macam nafsu yang berada di dalam diri manusia. Serta menjelaskan 4 penjaga malaikat dalam kehidupan manusia.
- Nafsu supiyah / Keindahan,
Nafsu yang berhubungan dengan masalah kesenangan. Jika tidak dikendalikan, ia akan menyesatkan jalan hidup kita. Manusia umumnya senang dengan hal-hal yang bersifat keindahan, misalnya wanita (asmara). Maka dari itu, manusia yang terbenam dalam nafsu asmara/berahi diibaratkan bisa membakar dunia.
- Nafsu amarah
Nafsu yang berkaitan dengan emosi. Jika tidak dikendalikan, ia sangat berbahaya karena akan mengarahkan kita pada perbuatan serta perilaku yang keji dan rendah. Bila manusia hanya mengutamakan nafsu amarah, tentu ia akan selalu merasa ingin menang sendiri dan bertengkar, sampai akhirnya kehilangan kesabaran. Oleh karena itu, sabar adalah alat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
- Nafsu aluamah / Serakah
Yaitu nafsu yang sudah mengenal baik dan buruk.Manusia pada dasarnya memiliki rasa serakah dan aluamah. Karena itu, apabila nafsu tersebut tidak dikendalikan, manusia bisa merasa ingin hidup makmur hingga tujuh turunan.
- nafsu mutmainah / Keutamaan
Merupakan nafsu yang telah menguasai keimanan (mungkin lebih tepat nafsu yang telah dikendalikan oleh keimanan), yang membawa sang pemilik menjadi berjiwa tenang, ridha, dan tawakkal. Walaupun nafsu ini merupakan keutamaan atau kebajikan, namun bila melebihi batas, tentu saja tetap tidak baik.
Misalnya, memberi uang kepada orang yang kekurangan itu bagus, namun apabila memberikan semua uangnya sehingga ia sendiri menjadi kekurangan, jelas itu bukan hal yang baik.
- Hati nurani
Kemudian penafsiran hikmah lainya menyebutkan bahwa sedulur papat merupakan penjaga kita sejak kita dilahirkan, yaitu Para malaikat. Penafsiran ini muncul seiring masuknya Islam ke Pulau Jawa. Kepercayaan tentang saudara empat ini dipadukan dengan empat malaikat dalam dunia Islam, yaitu Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail.
Dan, oleh ajaran sufi tertentu, kepercayaan tersebut disejajarkan dengan empat sifat nafsu, yaitu nafsu amarah, lawwamah, sufiah, dan mutmainah.
- Malaikat Jibril bertugas menjaga keimanan manusia. Malaikat ini ditugaskan menyampaikan Wahyu sehingga dihubung-hubungkan oleh masyarakat jawa seperti kakang kawah yang menjadi pembuka jalan.
- Sedangkan Malaikat Mikail bertugas mencukupi kebutuhan hidup manusia sehari-hari. Sama juga dengan Adi ari-ari yang mencukupi kebutuhan sari makanan Sang jabang bayi.
- Malaikat Izrail bertugas menjaga manusia agar senantiasa berbuat baik dan menghindari perbuatan buruk. Malaikat Izrail merupakan malaikat pencabutnyawa, sama halnya dengan getih, tanpa getih atau darah bayi tidak akan hidup.
- Selangjutnya, Malaikat Israfil bertugas menerangi kalbu kita, malaikat peniup sangka kala yang dihubungkan dengan pernafasan bayi dengan sang ibu melalui Pusar.
- Sementara itu, yang kelima adalah Sang Guru Sejati yang tiada lain adalah Gusti Allah Yang Mahakuasa.
Penafsiran versi kelima ini menurut ajaran Sunan Kalijaga sebagaimana diuraikan dalam Kidung Kawedar, khususnya pada bait ke-28 dan 29. Kedua bait ini menuturkan adanya keempat malaikat tersebut beserta tugasnya dalam menjaga setiap manusia.
Sekarang kita kembali pada pembahasan tentang sedulur papat lima pancer. Pada prinsipnya, manusia Jawa yang sejati atau bahkan setiap manusia mempunyai cita-cita yang utama, yaitu manunggaling kawula Ian Gusti, walaupun terkadang dalam bahasa yang berbeda. Untuk mencapai
cita-cita tersebut, manusia harus kembali ke asalnya (sebagai pribadi penciptaan awal) atau menjadi manusia seutuhnya.
Pancer Seutuhnya menjadi Aji Saka
Untuk menjadi manusia seutuhnya, manusia harus menjadi aji saka. Aji saka yaitu kaweruh atau kesadaran dalam menghargai secara maksimal dengan berperanan utama (atau menjadi raja yang berperanan utama). Untuk menjadi aji saka, masyarakat Jawa memiliki dasar, yaitu Kalimasada.
Dalam pewayangan dikatakan, seorang manusia tidak akan mati jika telah memegang Jamus Kalimasada, seperti cerita pewayangan Samiaji yang begitu sucinya diceritakan sehingga darahnya juga berwarna putih. Maka, Kalimasada pun banyak sekali diperebutkan.
Dan, untuk mengerti serta mengetahui tentang Kalimasada, banyak yang telah mencari ke mana-mana, sampai-sampai saling berebut dan berperang. Guna menjelaskan Kalimasada secara tepat, kejawen telah membuat penjelasan yang lebih sederhana atau dibuat semacam miniatur Kalimasada, yaitu sedulur papat limo pancer. Atau, dalam bahasa sederhananya, Kalimasada mewujudkan diri dalam bentuk yang lebih bisa dimengerti manusia, yaitu dengan menjadi sedulur papat limo pancer.
Dari semua penjelasan diatas bisa saya tarik kesimpulan bahwa sedulur papat harus diawasi dan diatur agar jangan sampai ngelantur. Manusia diuji agar jangan sampai kalah dengan keempat saudaranya yang lain. Manusia harus selalu menang atas mereka. Jika Manusia bisa dikalahkan oleh sedulur papat ini, maka hancurlah dunianya. Sebagai pusat (PANCER), manusia harus bisa menjadi pengawas dan patokan.
Ilmu Sedulur Papat limo Pancer
Ilmu yang dimaksud adalah ilmu pemahaman tentang sedulur papat yang sudah saya uraikan di atas. Kemudian jika ada ilmu yang mampu memanggil sedulur papat limo pancer hal itu merupakan semu belaka. Hanya Allah semata yang mempunyai ilmu Semacam itu. Marilah kita menyikapi hal ini dengan bijak dan pintar.
Nah itulah yang disebut dengan “Ngelmu” Sedulur Papat limo Pancer. Mudah-mudahan dengan penjelasan dari saya Ki Bagus Wijaya, mampu memberi Anda wawasan yang benar dan bermanfaat. Wassalamualaikum Wr Wb.