Martabat Ahadiyah – Martabat Ahadiyah merupakan martabat tertinggi ketuhanan yang digambarkan sebagai Zat yang tidak bisa disebut dengan nama apa pun. Inilah Tuhan sejati bagi semua manusia yang tidak memandang bangsa dan agama. Dalam Islam, hal ini sering disebut keadaan kunhi Dzat atau Zat semata. Sementara, para sufi Jawa yang banyak dipengaruhi oleh filsafat Hindu menyebutnya dengan istilah “Aku”.
Dalam martabat ini, tidak ada sesuatu pun selain Zat Tuhan. Semua keadaan alam semesta kosong hampa, sunyi senyap, serta tidak ada sifat, nama, atau perbuatan. Karena itu, Ibnu ‘Arabi pernah melontarkan gagasan tentang kesatuan semua agama. Hal ini diterima jika dipandang dalam keadaan ini, yaitu keadaan “Aku” semata. Dalam tingkatan marta bat ini, Allah berada dalam kondisi Ghayb al-Ghuyub, yaitu keberadaan-Nya yang gaib.
Allah tak dapat diindrawi, karena Dia tidak membeberkan tentang kenyataan yang fisiko Allah dalam keadaan yang tak berwujud, yang tak dapat dideteksi oleh manusia atau para wali, nabi, bahkan para malaikat terdekat-Nya. Sebab, Dia masih dalam kesendirian-Nya. Allah belum menguraikan atau menciptakan sesuatu. Dalam derajat ini, semua sifat umum berkumpul melebur di dalam diri-Nya. Perbedaan sifat pun ada dalam kesatuan-Nya.
Tuhan dalam alam pertama disebut juga al-Unsur Adam, Allah adalah unsur yang pertama, dan tak ada makhlukmakhluk lainnya yang mendahului. Diri-Nya adalah unsur yang terdahulu, yang bersifat agung. Zat-Nya adalah substansi universal dan hakikat-Nya tak dapat dipahami. Dalam sifat Adam-Nya, hakikat-Nya tidak dapat dipahami. Sebab, awalnya adalah Ada dalam ketiadaan, dan ketiadaan-Nya adalah hakikat yang tak terlukiskan dan tak dapat dimengerti oleh siapa pun. Hakikat-Nya di luar segala perumpamaan dan pencitraan yang memungkinkan.
Tingkatan Martabat Ahadiyah
Alam Ahadiyah terbagi dalam empat tingkatan, yaitu La, Nafi Uslub, Tahlil, dan Ahadiyah Tasbih.
La
Tingkatan pertama dikenal dengan kata La, yang bersemayam di dalam kata illa. La dan illa adalah dua kata yang manunggal, karena setiap realitas hanya merupakan refleksi dari realitas-realitas Allah. La dan illa menunjukkan pada asal segala sesuatu, yaitu dalam ketiadaan-Nya, diri-Nya Ada. Adapun pengertian illa menunjukkan pada kembali sesuatu dalam kesatuan-Nya yang bersifat keabadian. Jika memperhatikan tatanan ontologis, bila diterapkan, La dan illa akan mengisyaratkan pemisahan antara ada lIahi dan para mahluknya. Tiada Tuhan selain Allah.
Nafi Uslub
Tingkatan kedua dari alam Ahadiyah adalah Nafi Uslub, yaitu tingkat ketiadaan-Nya yang ada. Dalam ketiadaan-Nya, Allah tak dapat digambarkan atau dilukiskan oleh siapa pun. Allah dalam keadaan al-Ama, yaitu tingkatan yang tak dapat diketahui. Dalam tingkatan ini, Allah hanya mempunyai hubungan murni dalam hakikat dan tanpa bentuk.
Tahlil
Tingkatan ketiga dalam alam Ahadiyah adalah Tahlil. Tahlil berarti kondisi Tuhan yang bermakna La illa ha iIalIah. Selain itu, Tahlil juga bermakna suatu kondisi pemujaan Allah dengan pengucapan syahadat tentang persaksian akan keberadaanNya. Dalam kalimat syahadat yang diucapkan dengan niat bulat, berarti pengucapnya (pembacanya) mengakui bahwa Allah berkuasa sendirian, tidak menghendaki pertolongan dari siapa pun, dan Dia suci serta kaya.
Kalimat syahadat adalah kalimat yang wajib bagi pemeluk Islam, di mana intinya adalah pengakuan akan adanya Allah yang menjadi pemimpin kehidupan, di sam ping adanya pengakuan rasul Allah, yaitu Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan-Nya.
Ahadiyah Tasbih
Tingkatan keempat dalam alam Ahadiyah adalah Ahadiyah Tasbih, yang bermakna Maha luas Allah. Tingkatan ini berintikan kalimat Subhanallah, yang bermakna mahasuci Allah sekaligus sebagai sarana untuk mengingatkan dan menunjukkan seluruh keyakinan agar selalu mempersucikan- Nya.
Sementara itu, dalam Serat Wirid Hidayat Jati, ajaran pertamanya dikenal dengan sebutan Sajaratul Yakin. Yaitu, sebagai lambang pohon kehidupan, yang dalam bahasa Jawa disebut dengan Kajeng Sejati, dan memiliki pengertian tentang kehidupan atau hayyu. Hayyu berarti atma, jiwa, atau ruh. Dalam Sajaratul Yakin, Allah adalah Wujud al-Sirf, yakni kondisi wujud yang utama. Atma-Nya belum tersifati, namun ruh-Nya adalah al-Lahut (bersifat keilahian).
Dia merupakan hakikat zat mutlak dan qadim, yaitu asal zat dari segala zat yang bersifat abadi. Zat-Nya tak ada dalam penguraian. Segala penguraian-Nya bersifat negatif, karena Allah bersifat Makiyyah al-Makiyyah, yaitu inti dari segala zat yang ada di kemudian hari.
Atma-Nya adalah esa dari yang tak teruraikan dan diuraikan. Zat ruh-Nya sesungguhnya adalah zat yang bersifat esa. Ruh itulah sejatinya Tuhan yang Mahasuci. RuhNya adalah subjek absolut (kekal), di mana benda yang termasuk subjek individu hanyalah ilusi. Sebab, Allah adalah Kunh al-Dzat, asalnya zat terbentuk.
Baca Juga : Martabat Tujuh Tentang Manusia dan Tuhanya
Demikian artikel tentang Martabat Ahadiyah, semoga dapat memberikan anda ilmu yang bermanfaat dan barokah. Wassalamualaikum Wr Wb.