Dasar – Dasar Falsafah Jawa (Kejawen) Tentang Kehidupan

Dasar – Dasar Falsafah Jawa (Kejawen) Tentang Kehidupan

Falsafah Jawa – Di dalam ilmu kejawen juga memiliki sebuah acuan atau dasar-dasar filsafat. Acuan ini dipakai untuk menentukan fungsi yang sesungguhnya dari Ilmu Kejawen ini.

Dasar – Dasar Falsafah Jawa

Kesadaran Religius

Keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan mendasari munculnya sistem religi dan ritual penyembahan, yaitu sembah raga, jiwa, dan sukma, yang mencakup semua daya hidup berupa cipta, rasa, karsa, dan daya spiritual.

Ritual ini bisa berbentuk tapa brata (Durung wenanga memuja lamun durung tapa brata), yang terdiri dari lima laku, yakni:Falsafah Jawa

  1. mengurangi makan dan minum (anerima),
  2. mengurangi keinginan hati (eling),
  3. mengurangi nafsu birahi (tata susila),
  4. mengurangi nafsu amarah (sabar),
  5. mengurangi berkata – kata atau bercakap-cakap yang sia-sia (sumarah).

Akan tetapi, tapa brata bukanlah tata cara penyembahan seperti pada agama islam, tetapi hanya sebagai sarana untuk menata kekuatan hidup  dayaning urip. Tapa brata merupakan sifat totalitas menjalani hidup yang benar dan baik menuju kesempurnaan. Hidup yang sempurna (sukma) akan bersatu dengan Sang Pencipta (Guruning Ngadadi), dengan ilmu kesempurnaan (kaweruh kasampurnan).

Kesadaran Kosmis

Kesadaran kosmis menggambarkan hubungan manusia dengan alam semesta dan isinya. Kesadaran kosmis ini mencitrakan ritual sesaji dengan falsafah sakabehing kang ana manunggal kang kapurbalan kawasesa dening Kang Murbeng Dumadi. Semua yang ada di semesta adalah satu (manunggal) yang ada berasal dari Sang Pencipta (Sukma Kawekas, Sah Hyang Wisesaning Tunggal, Sanghyang Wenang).

Falsafah ini mendasari pengetahuan kesatuan, berupa hubungan magis manusia dan alam seisinya. Adapun bentuk-bentuk ajarannya adalah sebagai berikut

  1. Bersatunya alam kecil (mikrokosmos) dengan alam besar (makrokosmos). Alam dan seisinya, termasuk manusia adalah satu kesatuan.
  1. Bapak angkasa dan ibu bumi. Manusia dibangun dari unsur cahaya (cahya Ian teja) dan unsur bumi (bumi, banyu, geni, Ian angin, utowo hawa).
  1. Kakang kawah dan adi ari-ari. Yaitu, kelahiran berupa makhluk yang tampak maupun tidak tampak. Kesadaran kesatuan akan semesta menjadikan manusia Jawa memiliki ritual slametan dan sesaji (caos dhahar).

Pengetahuan mengenai kesatuan yang disebut dengan persatuan manusia dan Tuhan (manunggaling kawula Ian Gusti) merupakan puncak filsafat Jawa.

Kesadaran Peradaban

Sadar akan peradaban adalah pemahaman mengenai hubungan manusia dengan manusia. Kesadaran ini berwujud memayu hayuning pribadi, memayu hayuning kaluwarga, memayu hayuning bebyaran, memayu hayuning negara, dan memayu hayuning buwana.

Manusia sebagai makhluk utama harus berhubungan dengan sesama manusia dalam keutamaan (beradab). Kesadaran peradaban ini mewujudkan kesadaran antar sesama, terlebih dalam kesadaran terhadap negara. Konsep tata tentrem kerta raharja menjadi tujuan utama sebagai konsep bermasyarakat dan bernegara.

Menurut Prof. Dr. Branders (1889), manusia Jawa telah memiliki sepuluh dasar kehidupan asli yang ada sebelum masuknya agama-agama impor, yaitu pertanian, sawah, dan irigasi pelayaran, perbintangan, wayang, gamelan, batik, metrum, cor logam, mata uang, dan sistem pemerintahan. Budaya-budaya tersebut ada sejak Jawa kuno dan merupakan kedaulatan spiritual Jawa, filsafat jawa yang digunakan untuk hidup di Tanah Jawa, filsafat hidup lengkap di Jawa.