Serat Wirid Hidayat Jati Raden Ngabehi Ronggowarsito

Wirid Hidayat Jati – Secara antropologis, kebatinan merupakan sistem kepercayaan yang dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya suku Jawa. Karenanya kebatinan juga sering disebut “ Kejawen” atau “ Javanisme”.

Nah, kebatinan adalah upaya melestarikan kebudayaan kejawen pada bidang spiritual. Munculnya berbagai macam aliran kebatinan yang demikian banyak jumlahnya membuat perbendaharaan ilmu jawa semakin lengkap.

Kali ini saya akan membahas salah satu aliran kebatinan yang di didirikan oleh salah satu keturunan pujangga yang berasal dari Surakarta, yang bernama Ronggowarsito. Seperti yang sudah saya bahas dalam Biografi singkat Ronggowarsito, beliau adalah pujangga yang memiliki banyak sekali sastra jawa tentang kehidupan.

Salah satunya adalah Serat Wirid Hidayat Jati, untuk lebih jelasnya mari kita lihat pembahasan tentang Wirid Hidayat Jati berikut ini.

Serat Wirid Hidayat Jati

Wirid Hidayat Jati adalah Sebuah kitab mistik karya dari R. Ng. ronggowarsito. Kitab ini kadangkala disebut secara singkat dengan nama Serat Wirid  atau Hidayat Jati. Kebanyakan isi dari serat Hidayat jati ini mengajarkan tentang Tasawuf.

Hidayat jati disusun dalam bentuk prosa (Jarwo), berisi ajaran mistik yang sangat lengkap.

Serat ini menerangkan secara lengkap tata cara mengajarkan ilmu makrifat untuk kesempurnaan hidup seperti yang disebutkan oleh para wali. Ajaran wali ini ada pada akhir kerajaan Demak sampai kerajaan Pajang, delapan wali yang mau memberikan ajaran wirid yaitu :

  1. Sunan Parapen, ajarannya tentang bisikan adanya zat,
  2. Sunan Drajat, ajarannya tentang wahana,
  3. Sunan Ngatasangin, penjelasan tentang keadaan zat,
  4. Sunan Kalijaga, ajarannya tentang susunan singgasana Baitul Makmur,
  5. Sunan Tambayat, ajarannya tentang singgasana Baitul Muharram,
  6. Sunan Padusan, ajarannya tentang singgasana Baitul Muqaddas,
  7. Sunan Kudus, ajarannya tentang peneguh kesentsaan Iman,
  8. Sunan Geseng, ajarannya tentang sasahidan (persaksian)

Wejangan (ajaran) itu semua memiliki satu sumber, yaitu ajaran Sunan Ampel. Kemudian setelah sampai zaman Mataram, Sultan Agung Anyakrakusuma berkeinginan menghimpun kedelapan tingkat ajaran tersebut supaya benar isi maksudnya.

Wejangan yang telah disatukan tadi semuanya bersumber dari kutipan-kutipan kitab tasawuf. Masing-masing bersandar pada dalil ilmu sebagai petunjuk dalam menjelaskann firman Tuhan Yang Maha Suci, bahwa manusia adalah cerminan diri (Tajalli) Zat Yang Esa. Itulah yang menjadi inti ilmu makrifat, seperti yang diajarkan para Nabi dan para wali zaman dahulu.

Wirid Hidayat Jati
Wirid Hidayat jati

Konsep Tuhan di dalam Wirid Hidayat Jati

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa Wirid Hidayat Jati berisi ajaran delapan orang wali dari tanah Jawa, yang telah dikumpulkan menjadi satu. Ajarannya terbagi menjadi delapan wejangan atau delapan dalil. Konsep tentang Tuhan terdapat dalam wejangan (dalil) pertama yang disebut “Bisikan adanya zat”, seperti kutipan sebagai berikut.

Sesungguhnya tidak ada apa-apa, karena ketika masih dalam keadaan kosong, belum ada sesuatu, yang pertama ada adalah Aku, tidak ada Tuhan kecuali Aku, hakikat Zat yang Mahasuci, yang meliputi sifat-Ku, yang menyertai nama-Ku, yang menandai perbuatan-Ku.

Selanjutnya di dalam Wirid Hidayat Jati juga terdapat penjelasan tentang maksud ungkapan bisikan tentang Zat, khususnya “ Zat yang Mahasuci meliputi sifat-Ku, menandai perbuatan-Ku” sebagai beerikut:

  • Zat mengandung sifat seumpama madu dengan rasa manisnya, pasti tidak dapat dipisahkan.
  • Sifat menyertai nama, seumpama matahari dengan sinarnya, pasti tidak dapat dibedakan.
  • Nama menandai perbuatan, seumpama cermin, orang yang bercermin dengan bayangannya, pasti bayangannya akan mengikuti segala tingkah laku orang yang bercermin
  • Adapun perbuatan menjadi wahana Zat, seumpama samudera dengan ombaknya, pasti keadaan ombak mengikuti samuderanya.

Penjelasan tentang hubungan antara Zat dengan sifat, asma, dan af’al tersebut sekali, merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Ajaran Martabat Tujuh di dalam Wirid Hidayat Jati

Ajaran martabat tujuh sebenarnya berasal dari kitabb Tufal al-Mursalal ila Ruh al-Nabi karya Muhammad Ibn Fadlullah al-Burhanpuri (wafat 1620) seorang sufi dari India. Yang sudah saya bahas pada artikel Martabat Tujuh.

Ajaran Martabat tujuh di dalam Wirid Hidayat Jati adalah sebagai berikut :

  1. Sajaratu Yakin, tumbuh dalam alam hampa yang sunyi, azali abadi, berarti pohon kehidupan yang berada di alam hampa sunyi selamanya. Itulah hakikat Zat mutlak yang qadim, hakikatZat yang pasti paling dahulu, yaitu zat atma yang menjadi wahana alam Ahadiyah.
  2. Nur Muhammad berarti cahaya yang terpuji. Diceritakan dalam hadis, seperti burung merak, berada dalam permata putih, pada arahsajaratul yakin. Itulah hakikat cahaya yang diakui sebagai tajalliZat, berada dalam nukat gaib, merupakan sifat atma dan menjadi wahana alam wahdah.
  3. Mir’atul haya’i  berarti kaca wira’i. Diceritakan dalam hadis, Mir’atul haya’i berada dalam Nur Muhammad. Itulah hakikatpramana yang diakui rahsanya Zatt sebagai nama atma. Dan menjadi wahana alam wahidiyah
  4. Roh Idlofi berarti nyawa yang jernih. Diceritakan dalam hadis, roh idlofiberasal dari Nur Muhammad. Itulah hakikat sukma yang diakui keadaan  Zat, merupakan perbuatan atma, menjadi wahan alam arwah.
  5. Kandil berarti lampu tanpa api. Diceritakann dalam hadis, kandil berupa permata yang berkilauan cahayanya, tergantung tanpa ikatan. Itulah keadaan Nur Muhammad, serta tempat berkumpul semua roh. Itulah hakikat angan-angan yang diakui sebgai bayangan Zat, sebagai pemangku atma, menjadi wahana alam mitsal.
  6. Dharrah berarti permata. Diceritakan dalamm hadis, dharrah memiliki sinar neraneka warna, satu tempat dengan malaikat. Itulah hakikat budi yang diakui sebagai perhiasan Zat, pintu atma, menjadi wahana alam ajsam.
  7. Hijab, dinding jalal, berarti tabir yang agung. Diceritakan dalam hadis, hijab timbul dari permata beraneka warna, ketika bergerak menimbulkan buih, asap dan air. Itulah hakikat jasad, merupakan tempat atma, menjadi wahana alam insan kamil
  8. Konsep Manusia di dalam Wirid Hidayat Jati

Martabat Tujuh

Ajaran martabat tujuh di dalam Tuhfah merupakan penjelasan tentang pola penampakan diri (tajalli) Tuhan dalam tujuh martabat, sehinggga tercipta alam semesta seisinya, termasuk manusia. Tiga tajalli pertama disebut martabat batin, yaitu ahadiyah, wahdah, dan wahidiyah. Dari ketiga martabat ini kemudian muncul martabat lahir, yakni Alam Arwah, Alam Mitsal, dan Alam Ajsam. Tiga martabat batin dan tiga martabat lahir tersebut berkumpul menjadi satu di dalam martabat ketujuh, yaitu Insan Kamil.

Penjelasan tentang Pennjelasan manusia melalui tujuh martabat di dalam Wirid Hidayat Jati diterangkan sebagai berikut.

Sesungguhnya Aku Zat Yang Maha Pecipta  dan Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu, terjadi dalam seketika, sempurna lantaran kodrat-Ku, sebagai pertanda perbuatan-Ku, merupakan kenyataan kehendak-Ku. Mula-mula Aku menciptakan hayyu bernama sajaratul yakin. Tumbuh dalam alam makdum yang azali abadi. Setelah itu cahaya bernama Nur Muhammad, kaca bernama mir’atul haya’i, nyawa bernama roh idlofi, lampu bernama kandil, permata bernama dharrah, dan dinding-jalal bernama hijab, yang menjadi penutup hadirat-Ku.

Penciptaan manusia selanjutnya di dalam Wirid Hidayat Jati diterangkan sebagai berikut.

Sesungguhnya Aku menciptakan Adam berasal dari empat unsur:

  • Tanah,
  • Api,
  • Angin,
  • Dan air.

Semua menjadi perwujudan sifat-Ku, di mana Kumasuki mudah lima macam:

  • nur,
  • rahsa,
  • ruh,
  • nafsu,
  • dan budi

Untuk menjadi penutup wajah-Ku Yang Mahasuci. Kutipan diatas juga menerangkan bahwa jasad manusia dimasuki mudah lima macam, yaitu nur, rahsa, roh, nafsu, dan budi. Bagaimana cara masuknya lima macam itu juga diterangkan dalam Wirid Hidayat Jati seperti berikut.

Diceritakan dalam hadis, “masuknya mudah lima macam mulai dari ubun-ubun berhenti di otak, turun ke mata, turun ke telinga, turun ke hidung, turun ke mulut, turun ke dada, dan tersebar ke seluruh tubuh, sepurna sebagai Insan Kamil”.

Kata “mudah” oleh Hadiwijono diartikan “anasir rohani manusia”. Sementara itu Honggropradoto mengartikan kata mudah itu praboting urip (peralatan hidup). Menurut Simuh kata “mudah” merupakan perubahan dari kata muhdats.

Pengaruh Ajaran Ronggowarsito Terhadap Masyarakat Jawa

Keadaan sosial-politik yang ada pada masyarakat Jawa (Surakarta) yang cenderung tidak membaik, membuat masyaratakat Jawa rindu dengan kedamaian. Salah satu kemunculan karya ronggowarsito yaitu serat khalatidha dan Wirid Hidayat Jati membuat masyarakat banyak mengagumi sosok beliau, karena dalam serat khalatidha menceritakan tentang akan datangnya sosok ksatria yang akan memimpin Jawa dengan bijaksana.

Banyaknya aliran kebatinan di Jawa pun, merupakan suatu pelarian bagi masyarakat yang cenderung merindukan sosok kepemimpinan yang bijaksana. Masyarakat Jawa melalui aliran kebatinan ini melakukan suatu bentuk protes sosial terhadap pemerintahan yang cendrung sibuk dengan masalah yang ada dalam istana yang cenderung mengabaikan nasib rakyatnya, bentuk protes sosial dalam kebatinan ini dikarenakan setelah melakukan suatu perlawanan tidak kunjung menemui titik terang maka timbulah gerakan kebatinan.

Masyarakat beranggapan dengan kebatinan akan memunculkan suatu keadilan bagi dirinya yang mengikuti kebatinan dan berharap dengan kedatangannya ‘ratu adil’, seperti pada serat Wirid Hidayat Jati.

Kesimpulan Ki Bagus Wijaya Tentang Wirid Hidayat Jati

Wirid Hidayat Jati merupakan suatu ajaran yang didirikan oleh seorang pujangga dari keturunan pujangga keraton. Menurut beliau, Wirid Hidayat Jati merupakan ajaran mistik kejawen, selain itu juga merupakan suatu ajaran yang berasal dari tasawuf Islam. Dan hal ini terlihat bahwa ronggowarsito berupaya menyusun amalan makrifat, serta menjelaskan isi maksudnya menurut 8 tingkatan ajaran yang telah terhimpun menjadi satu yang terdapat dalam kitab tasawuf.

Salah satu konsep ke Tuhanan dalam Wirid Hidayat Jati yaitu penjelasan tentang hubungan antara Zat dan sifat Tuhan. Dalam Wirid Hidayat Jati ada namanya ajaran martabat tujuh.

Jadi dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa Wirid Hidayat Jati yang didirikan oleh ronggowarsito bercampur antara ajaran mistik Jawa dan Tasawuf Islam memiliki tujuan untuk membentuk masyarakat jawa yang memiliki keimanan kepada Allah SWT.

Demikian penjelasan saya tentang Wirid Hidayat Jati. Semoga dapat memberikan ilmu yang bermanfaat, Wassalamualaikum Wr Wb.

 

Ronggowarsito – Raden Ngabehi Ronggowarsito

Ronggowarsito – Setiap orang Jawa yang lahir di Pulau Jawa pasti tidak asing dengan nama Raden ngabehi (R.Ng.) Ronggawarsito. Bahkan, nama ini mendapat tempat sangat khusus dalam kehidupan masyarakat Jawa. Karena itulah, masyarakat Jawa tidak akan gampang melupakan sastrawan dan pujangga besar yang hidup pada masa kejayaan Keraton Surakarta Hadiningrat ini.

RonggowarsitoRaden Nghabehi ronggowarsito dikenal sebagai pujangga besar, yang telah meninggalkan “warisan tak ternilai”, berupa puluhan serat yang mempunyai nilai dan capaian estetika menakjubkan. Itulah mengapa ia menjadi salah satu tokoh mistik yang ajaran-ajaran mistiknya hingga saat ini masih dilestarikan. Ketekunannya pada sastra, budaya. dan teologi, dengan ditunjang oleh bakat, mendudukkan dirinya sebagai pujangga terakhir Keraton Surakarta, dan Jawa.

R.Ng. ronggowarsito terlahir dengan nama kecil Bagus Burham pada tahun 1728 Jawa, atau 1802 M. la adalah putra dari Raden Mas Ngabehi (R.M.Ng.) Pajangsworo. Kakeknya, Raden Tumenggung (R.T.) Sastronagoro, adalah yang pertama kali menemukan satu jiwa yang teguh dan bakat yang besar di balik kenakalan Burham kecil yang memang terkenal bengal. Sastronagoro kemudian mengambil inisiatif untuk mengirim Burham kecil nyantri ke Pesantren Gebang Tinatar di wilayah Ponorogo dalam asuhan Kyai Kasan Besari.

Syair Ronggowarsito Tentang Ramalan Jawa

Sebagai seorang intelektual, ronggowarsito menulis banyak hal tentang sisi kehidupan. Dari karya-karyanya akan kelihatan bahwa pemikirannya banyak dipengaruhi oleh kepustakaan Islam kejawen serta tradisi dan kepustakaan Jawa. Pembahasan dan pemikirannya terpusat untuk merumuskan kembali pokok-pokok pemikiran yang terdapat dalam perbendaharaan kepustakaan Jawa dan Islam kejawen. Sehingga, karya-karyanya pada umumnya mencerminkan perpaduan antara alam pikiran Jawa dan ajaran agama Islam.

Sebab, kehidupan ronggowarsito dan pujangga-pujangga Jawa pada umumnya berada dalam kedua lingkungan kebudayaan tersebut, yakni sesudah zaman kerajaan Jawa Islam. Walaupun pada hari-hari tuanya ronggowarsito banyak bergaul dengan sarjana-sarjana Belanda yang mempunyai perhatian terhadap bahasa dan kebudayaan Jawa, seperti C.F. Winter, Cohen Stuart, dan sebagainya, tetapi pergaulan tersebut tidak banyak memberi bekas dalam pemikirannya.

Adapun karya sastra tulisan ronggowarsito, antara lain:

  • Bambang Dwihastha,
  • Cariyos Ringgit Purwa;
  • Bausastra Kawiatau Kamus Kawi-Jawa (ditulis bersama C.F. Winter, Sr.);
  • Sajarah Pandhawa Ian Korawa,
  • Miturut Mahabharata (ditulis bersama C.F. Winter, Sr.);
  • Sapta Dharma;
  • Serat Aji Pamasa;
  • Serat Candrarini;
  • Serat Cemporet;
  • Serat Jaka Lodang;
  • Serat Jayengbaya;
  • Serat Kalatidha;
  • Serat Panitisastra;
  • Serat Pandji
  • Jayeng Tilam;
  • Serat Paramasastra;
  • Serat Paramayoga;
  • Serat Pawarsakan;
  • Serat Pustaka Raja;
  • Suluk Saloka Jiwa;
  • Serat Wedaraga;
  • Serat Witaradya;
  • Sri Kresna Barata;
  • Wirid Hidayat Jati;
  • Wirid Ma’lumat Jati;
  • dan Serat Sabda Jati.

Serat Katildha Karya Ronggowarsito

Salah satu ajaran ronggowarsito yang cukup terkenal adalah tentang zaman edan . Menurutnya, ada tiga macam pembagian zaman. Pertama, zaman edan atau kalatidha, yang ditandai dengan adanya pola pikir yang salah. Hal ini diungkapkan dalam Serat Kalatidha sebagai berikut:

menangi jaman edan/ewuh aya ing pambudi/ 

melu edan nora tahan/yen tan melu anglakoni/

boya kaduman melik/kaliren wekasanipun/

dilalah karsa Allah/begja-begjane kang lali/

luwih begja kang eling lawan waspada.

Artinya: Mengalami zaman gila, serba sulit dalam pemikiran, ikut menggila tidak tahan, kalau tidak ikut (menggila), tidak (akan) mendapat bagian, akhirnya (mungkin) kelaparan, (tetapi) takdir Kehendak Allah, sebahagia-bahagianya (orang) yang lupa, (masih) bahagia yang sadar dan waspada.

Kedua, zaman kala bendu, yang ditandai dengan semakin merosotnya moralitas manusia disebabkan oleh pola pikir yang salah. Hal ini terdapat dalam Serat Sabda Jan sebagai berikut:

Para jaman jaman pakewuh, kasudranira andadi,

daurune saya ndarung, keh tyas mirong murang margi,

kasetyan wus ora katon.

Artinya: Orang-orang dalam zaman pakewuh (edan), kerendahan budinya makin menjadi-jadi, kekacauan bertambah, banyak orang berhati sesat (buruk), melanggar peraturan yang benar, kesetiaan sudah tiada terlihat.

Yen kang uning marang sajanning kawruh,

kewuhan sajroning ana yen tan niru ora arus,

uripe kaesi-esi, yen nirua dadi asor.

Artinya: Bagi orang yang tahu akan kebenaran, dalam -hati terasa ewuh (bingung), apabila tidak turut berbuat sesat, hidupnya akan menjadi merana, kalau ikut menjadi rendah budi pekertinya.

Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung,

anggelar sakalir-kalir, kalamun temen tinemu,

kabegjane anekani, kemurahaning Hyang Manon.

Artinya: Tindakan seperti itu, berarti tak percaya akan kemurahan dan kekuasaan Tuhan, yang menciptakan segala-galanya. Apabila memohon dengan bersungguh hati, pasti mendapat anugerah dari kemurahan Tuhan.

Anuhoni kabeh kang duwe panyuwun,

yen temen-temen sayekti, Allah aparing pitulung,

nora kurang sandhang bukti, saciptanira kalakon.

Artinya: Tuhan mengabulkan semua permohonan, apabila disertai kesungguhan, Allah pasti memberi pertolongan, tidak akan kekurangan makan serta pakaian. Segala yang diingini akan terlaksana.

Ketiga, zaman kalasuba atau zaman keemasan. Datangnya masa keemasan merupakan akhir zaman kalabendu. Hal ini terdapat dalam Serat Jakalodhang sebagai berikut:

Sangkalane maksih nunggal jamanipun,

neng sajroning madya akir, Wiku sapta ngesthi ratu,

ngadil pari marmeng dasih, ing kana karsaning Manon.

Artinya: Ciri waktu pada zaman itu, yakni pada pertengahan, dengan ciri tahun; Wiku sapta ngesthi ratu. Itulah masa keadilan dan kemakmuran yang merata, demikian kehendak Tuhan.

Tinemune wong ngantuk anemu kethuk,

malenuk samargi-margi, marmane bungah kang nemu,

marga jroning kethuk isi, kancana sosotya abyor.

Artinya: Waktu itu orang yang sedang mengantuk, sambil duduk saja mendapat kethuk (menemukan benda). Kethuk itu terdapat di sepanjang jalan. Orang yang mendapat riang gembira,
lantaran di dalamnya berisi emas permata yang gemerlapan.

Itulah sekilas pemikiran ronggowarsito mengenai zaman edan yang dituangkan dalam beberapa karya sastranya. Di dalam karya tersebut terdapat banyak sekali ajaran moral yang bisa diterapkan dalam konteks zaman sekarang.

Adapun pemikiran ronggowarsito tentang dunia tasawuf tertuang, di antaranya dalam Serat Wirid Hidayatjati. Pengamatan sosialnya termuat dalam Serat Kalatidha. Sementara, kelebihannya di dunia ramalan terdapat dalam Serat Jaka Lodhang.

Dalam Serat Sabda Jati bahkan terdapat sebuah ramalan tentang saat kematiannya sendiri. Salah satu karya satra ronggowarsito yang sangat popular dalam kehidupan kejawen adalah tembang Sinom yang bertajuk Kolotido (Serat Kalatidha). Gubahan ini kemudian diakhiri dengan sebaris gatra yang bersandiasma, berbunyi “bo-RONG ang-GAsa-WAR-ga me-SI mar-TA-ya”, yang mengandung arti rasa berserah diri ke hadapan Yang Maha Esa, yang menguasai alam surga, tempat yang memuat kehidupan langgeng sejati.

Sandiasma itu sendiri merupakan upaya untuk memproteksi namanya, sebagai pengarang serat tersebut. Demikian penjelasan saya tentang Ronggowarsito, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga dengan penjelasan saya ini Anda mampu mengambil sisi positifnya dan menerapkan pada kehidupan Anda. Wassalamualaikum Wr Wb.